Waspadai Kepikunan karena Konsumsi Obat!

still-alice-poster

Pernahkah anda menonton film Still Alice (2014)? Jika pernah, anda akan mendapati tokoh utama film ini, Alice Howland, adalah seorang profesor linguistik yang hidup bahagia dengan keluarganya. Suatu hari, ketika ia sedang mengajar, ia kesulitan menemukan kata-kata yang biasa digunakannya, saat jogging ia mendadak lupa dimana ia berada, dan lama-kelamaan ia lupa nama anak-anaknya sendiri. Ia kemudian didiagnosis menderita Alzheimer, salah satu penyakit penurunan fungsi otak yang biasanya terjadi pada usia lanjut, namun padanya terjadi lebih awal karena faktor keturunan. Sekumpulan gejala yang dialaminya, seperti kepikunan, adalah yang biasa disebut dengan demensia.

Demensia merupakan sebuah kondisi penurunan memori, kemampuan berpikir, dan kemampuan bersosialisasi yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari. Seseorang yang menderita demensia dapat memiliki penurunan kognitif dan psikologis, paling utama ditandai dengan kepikunan sekalipun mengenai hal-hal yang penting seperti nama anak ataupun cucu, sulit berkonsentrasi, sering merasa kebingungan, sulit berkata-kata, dan juga perubahan karakter, mood yang tidak stabil, bahkan halusinasi. Demensia terjadi akibat kerusakan sel syaraf otak dan penurunan fungsi yang dialami penderita demensia berkaitan dengan rusaknya sel syaraf otak pada daerah tertentu, misalnya apabila kerusakan dominan di daerah frontal otak, maka akan memengaruhi kemampuan berbicara. mengambil keputusan, dan menyebabkan perubahan perilaku.

Di antara banyak faktor yang dapat mencetuskan kerusakan sel otak yang menyebabkan demensia, sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Washington, Seattle pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa mengonsumsi obat antikolinergik baik dalam dosis besar atau dosis minimum jangka panjang dapat meningkatkan resiko menderita demensia. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa orang yang mengonsumsi antikolinergik selama 3 tahun atau lebih memiliki resiko 1,5x lebih besar untuk menderita demensia dibandingkan orang yang tidak mengonsumsi antikolinergik. Dari 3434 orang yang mengikuti penelitian, 797 (23,2%) menderita demesia dan dari 797 orang yang menderita demensia, 637 (79,9%)  orang di antaranya didiagnosis dengan penyakit Alzheimer.

Apa itu obat-obatan antikolinergik?

Obat-obatan antikolinergik adalah obat yang menghambat kerja dari neurotransmiter asetilkolin pada syaraf parasimpatis.  Syaraf parasimpatis mengatur aktivitas organ-organ dalam yang kerjanya tidak kita sadari, seperti saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau peredaran darah, sehingga anti-kolinergik memiliki banyak aplikasi dalam pengobatan sehari-hari.

Apa saja penyakit yang diatasi dengan obat antikolinergik?

Antikolinergik biasa digunakan dalam  pengobatan asma (ipratropium bromida), penyakit paru obstruktif kronik seperti emfisema dan bronkitis kronik (theophylline), vertigo, obat anti-mual dan muntah (skopolamin), obat anti-alergi (CTM, diphenhidramin), obat anti peradangan (prednisone dan hidrokortison), obat lambung (cimetidine), obat hipertensi (nifedipin, furosemide, kaptopril, ranitiden, atenolol), obat kejang (carbamazepine), obat-obat psikiatri khususnya antidepresan (paroxetine, nortriptyline), obat sedatif (kodein, morfin), obat untuk mengurangi inkontinensia (mengompol) seperti imipramine, oxybutinine, dan juga obat tidur (diazepam).  Di antara sekian banyak antikolinergik yang beredar, Chlorpheniramine Maleate yang biasa disebut juga dengan CTM (Chlortrimeton) adalah yang sering digunakan untuk mengatasi alergi dan meringankan gejala batuk-pilek, seringkali mudah didapatkan tanpa resep. Selain itu yang seringkali digunakan adalah nifedipin, captopril, dan furosemide sebagai terapi antihipertensi.

Apakah semua orang yang mengonsumsi antikolinergik pasti akan menderita demensia?

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Universitas Washington selama 10 tahun, terdapat asosiasi penggunaan antikolinergik dengan naiknya risiko menderita demensia, namun kecenderungan obat antikolinergik untuk menimbulkan demensia pada diri seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, misalnya genetik. Manusia adalah makhluk unik yang berbeda satu sama lain, hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki ekspresi genetik yang berbeda di dalam inti selnya. Hal ini bisa dilihat dari kehidupan kita sehari-hari: ada orang tua yang mulai mengalami pikun di usia 60 dan ada yang daya ingatnya masih baik di usia 80. Setiap orang memiliki kecenderungan berbeda untuk mengalami suatu penyakit, termasuk gejala demensia, namun penggunaan antikolinergik dosis minimum setiap hari selama 3 tahun atau lebih dan penggunaan dalam waktu singkat dengan dosis besar dapat meningkatkan risiko menderita demensia.

Bagaimana solusinya?

Antikolinergik merupakan obat dengan fungsi yang luas dan biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi dengan meningkatnya angka kejadian hipertensi di Indonesia. Pada saat-saat tertentu penggunaan antikolinergik tidak dapat terelakan, walaupun berdasarkan studi terdapat korelasi antara penggunaan antikolinergik dengan demensia. Hal-hal ini mungkin bisa anda lakukan untuk mengontrol penggunaan antikolinergik:

  1. Selalu kontrol penggunaan obat anda

Jika anda menderita hipertensi atau epilepsi yang mengharuskan penggunaan antikolinergik jangka panjang, diskusikanlah dengan dokter anda apakah ada pilihan lain. Untuk penderita hipertensi, anda dapat mengubah gaya hidup dengan pola makan sehat dan berolahraga untuk menjaga tekanan darah anda tetap pada ambang batas sehingga tidak sepenuhnya bergantung dengan obat. Untuk penderita epilepsi, jauhilah pencetus kejang dan konsultasikan penggunaan obat dengan dokter anda. Apabila anda merasakan efek samping atau bahkan gejala demensia, bicarakanlah pada dokter anda.

  1. Belilah obat sesuai dengan resep dokter dan gunakanlah dengan dosis dan durasi yang telah ditentukan

Banyak sekali obat yang dapat dibeli dengan bebas tanpa resep dokter, seperti misalnya Chlorpheniramine atau yang biasa dikenal dengan Chlortrimeton (CTM) atau obat tidur seperti valium. Batasilah penggunaan obat-obat ini dan konsultasikanlah dengan dokter sebelum menggunakan obat-obat ini. Apabila sudah diresepkan oleh dokter, minumlah sesuai dengan dosis dan durasi yang ditentukan. Hindarilah menambah dosis atau durasi apabila keluhan tidak hilang. Jika anda berkonsultasi, dokter dapat memilihkan obat yang potensinya lebih baik dan jenis yang lebih aman untuk dikonsumsi dalam jangka waktu lebih lama.

  1. Pencegahan selalu menjadi yang utama

Jika anda menderita asma atau alergi tertentu, pencegahan selalu menjadi yang utama. Kenalilah pencetus asma atau alergi anda dan jauhilah pencetus tersebut. Jika anda tidak tahu apa penyebab asma atau alergi anda, anda dapat berkonsultasi dengan dokter untuk melakukan tes uji alergen. Apabila anda alergi terhadap debu, usahakan rumah tetap dalam kondisi bersih dengan sirkulasi udara yang baik. Apabila anda alergi seafood, hindarilah makan-makanan laut. Sebaik mungkin lakukanlah pencegahan agar asma atau alergi tidak kumat, sehingga penggunaan antikolinergik dapat dihindari.

Jika anda belum menderita hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit lambung, dan penyakit lainnya, maka lakukanlah pencegahan dengan gaya hidup sehat dengan diet sehat, berolahraga, dan tidak merokok. Merokok meningkatkan risiko menderita hipertensi, bronkitis kronik, dan juga penyakit lambung, sehingga dengan stop merokok, kemungkinan untuk menderita penyakit yang membutuhkan obat antikolinergik tersebut dapat dihindari.

Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati, bukan? (ad)

Referensi:

  1. Common Meds and Dementia: How Strong Is the Link? http://www.webmd.com/allergies/news/20160509/anticholinergic-drugs-dementia-link
  2. Cumulative Use of Strong Anticholinergics and Incident Dementia: A Prospective Cohort Study. JAMA Intern Med.2015;175(3):401-407. doi:10.1001/jamainternmed.2014.7663. http://archinte.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=2091745
  3. Anticholinergics: Dementia and Mortality http://www.gp-update.co.uk/files/docs/GP_Update_on_anticholinergics_dementia_and_mortality.pdf
  4. ‘Strongest Evidence Yet’ Links Anticholinergic Drugs, Dementia http://www.medscape.com/viewarticle/838788#vp_2
Dapatkan Update Terbaru Seputar Kesehatan!
Bergabunglah bersama subscribers lainnya untuk mendapatkan update dari kami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *